Suku bangsa Batak adalah salah satu suku bangsa di
Indonesia yang mendiami provinsi Sumatra Utara, tepatnya di wilayah Kangkat
Hulu, Deli Hulu, Daratan Tinggi Karo, Serdang Hulu, Toba, Simalungun, Tapanuli
Tengah, dan Mandailing.
Suku bangsa Batak terbagi menjadi 6 jenis, yakni
suku Batak Toba, suku Batak Karo, suku Batak Pakpak, suku Batak Simalungun,
sukuBatak Angkola, dan suku Batak Mandailing. Keenam suku Batak tersebut
memiliki ciri khas budaya yang berbeda-beda. Namun pada prinsipnya akar budaya
mereka sama, yakni budaya Batak.
Asal Mula Suku Bangsa Batak
Tidak ada bukti kuat mengenai sejak kapan nenek
moyang orang Batak mendiami wilayah Sumatra. Akan tetapi penelitian antropologi
menunjukkan bahwa bahasa dan bukti-bukti arkeologis yang ada membuktikan
hijrahnya penutur bahasa Austronesia dari Taiwan ke Indonesia dan Filipina. Ini
terjadi sekitar 2.500 tahun silam. Bisa jadi mereka adalah nenek moyang suku
bangsa Batak.
Tidak adanya artefak zaman Neolitikum yang ditemukan
di wilayah suku Batak membuat para peneliti menyimpulkan bahwa nenek moyang
suku Batak baru hijrah ke Sumatra Utara pada zaman logam. Selain itu,
pedagang-pedagang internasional dari India mulai mendirikan kota dagang di
Sumatra Utara pada abad ke-6.
Mereka berinteraksi dengan masyarakat pedalaman,
yakni orang Batak dengan membeli kapur-kapur barus buatan orang Batak. Kapur
barus buatan orang Batak dikenal bermutu tinggi.
Konsep Religi Suku Bangsa Batak - Debata Mulajadi Na
Bolon
Di daerah Batak atau yang dikenal dengan suku bangsa
Batak, terdapat beberapa agama, Islam dan Kristen (Katolik dan Protestan).
Agama Islam disyiarkan sejak 1810 dan sekarang dianut oleh sebagian besar orang
Batak Mandailing dan Batak Angkola.
Agama Kristen Katolik dan Protestan disyiarkan ke
Toba dan Simalungun oleh para zending dan misionaris dari Jerman dan Belanda
sejak 1863. Sekarang ini, agama Kristen (Katolik dan Protestan) dianut oleh
sebagian besar orang Batak Karo, Batak Toba, Batak Simalungun, dan Batak
Pakpak.
Orang Batak sendiri secara tradisional memiliki
konsepsi bahwa alam ini beserta isinya diciptakan oleh Debata Mulajadi Na Bolon
(Debata Kaci-kaci dalam bahasa Batak Karo).
Debata Mulajadi Na Bolon adalah Tuhan Yang Maha Esa
yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud
dalam Debata Natolu, yaitu Siloan Nabolon (Toba) atau Tuan Padukah ni Aji
(Karo).
Menyangkut jiwa dan roh, orang Batak mengenal tiga
konsep yaitu sebagai berikut.
• Tondi,
adalah jiwa atau roh seseorang yang sekaligus merupakan kekuatannya.
• Sahala,
adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang.
• Begu,
adalah tondi yang sudah meninggal.
Konsep Ikatan Kerabat Patrilineal Suku Bangsa Batak
Perkawinan pada orang Batak merupakan suatu pranata
yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki atau perempuan. Perkawinan juga
mengikat kaum kerabat laki-laki dan kaum kerabat perempuan.
Menurut adat lama pada orang Batak, seorang
laki-laki tidak bebas dalam memilih jodoh. Perkawinan antara orang-orang
rimpal, yakni perkawinan dengan anak perempuan dari saudara laki-laki ibunya,
dianggap ideal. Perkawinan yang dilarang adalah perkawinan satu marga dan
perkawinan dengan anak perempuan dari saudara perempuan ayahnya.
Kelompok kekerabatan orang Batak memperhitungkan
hubungan keturunan secara patrilineal, dengan dasar satu ayah, satu kakek, satu
nenek moyang. Perhitungan hubungan berdasarkan satu ayah sada bapa (bahasa
Karo) atau saama (bahasa Toba). Kelompok kekerabatan terkecil adalah keluarga
batih(keluarga inti terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak).
Dalam kehidupan masyarakat Batak, ada suatu hubungan
kekerabatan yang mantap. Hubungan kekerabatan itu terjadi dalam kelompok
kerabat seseorang, antara kelompok kerabat tempat istrinya berasal dengan kelompok
kerabat suami saudara perempuannya.
Tiap-tiap kelompok kekerabatan tersebut memiliki
nama sebagai berikut.
• Hula-hula;
orang tua dari pihak istri, anak kelompok pemberi gadis.
• Anak
boru; suami dan saudara (hahaanggi) perempuan kelompok penerima gadis.
• Dongan
tubu; saudara laki-laki seayah, senenek moyang, semarga, berdasarkan
patrilineal.
Konsep Pemimpin Politik Suku Bangsa Batak
Pada masyarakat Batak, sistem kepemimpinan terdiri
atas tiga bidang.
1. Bidang adat. Kepemimpinan pada bidang
adat ini tidak berada dalam tangan seorang tokoh, tetapi berupa musyawarah
Dalihan Na Tolu (Toba), Sangkep Sitelu (Karo). Dalam pelaksanaannya, sidang
musyawarah adat ini dipimpin oleh suhut (orang yang mengundang para pihak
kerabat dongan sabutuha, hula-hula, dan boru dalam Dalihan Na Tolu).
2. Bidang agama. Agama Islam dipegang oleh
kyai atau ustadz, sedangkan pada agama Kristen Katolik dan Protestan dipegang
oleh pendeta dan pastor.
3. Bidang pemerintahan. Kepemimpinan di
bidang pemerintahan ditentukan melalui pemilihan.
Konsep Agrikultural Suku Batak - Marsitalolo dan
Solu
Orang Batak bercocok tanam padi di sawah dengan
irigasi. Pada umumnya, panen padi berlangsung setahun sekali. Namun, di
beberapa tempat ada yang melakukan panen sebanyak dua atau tiga kali dalam
setahun (marsitalolo).
Selain bercocok tanam, peternakan merupakan mata
pencarian penting bagi orang Batak. Di daerah tepi danau Toba dan pulau
Samosir, pekerjaan menangkap ikan dilakukan secara intensif dengan perahu
(solu). Konsep Bahasa, Pengetahuan, dan Teknologi Suku Bangsa Batak
Bahasa, pengetahuan, dan teknologi adalah bentuk
budaya dasar sebuah bangsa atau suku bangsa. Mari kita ulas ketiga aspek
tersebut pada suku bangsa Batak.
1. Bahasa
Suku Batak berbicara bahasa Batak. Bahasa Batak
termasuk ke dalam rumpun bahasa Melayu - Polinesia. Hampir setiap jenis suku
Batak memiliki logat tersendiri dalam berbicara. Oleh karena itu bahasa Batak
memiliki 6 logat, yakni logat Karo oleh orang Batak Karo, logat Pakpak oleh
orang Batak Pakpak, logat Simalungun oleh orang Batak Simalungun, logat Toba
oleh orang Batak Toba, Mandailing, dan Angkola.
2. Pengetahuan
Masyarakat suku Batak mengenal sistem gotong royong
kuno, terutama dalam bidang bercocok tanam. Gotong royong ini disebut raron
oleh orang Batak Karo dan disebut Marsiurupan oleh orang Batak Toba. Dalam
gotong royong kuno ini sekelompok orang (tetangga atau kerabat dekat)
bahu-membahu mengerjakan tanah secara bergiliran.
3. Teknologi
Teknologi tradisional suatu suku bangsa adalah
bentuk kearifan lokal suku bangsa tersebut. Suku bangsa Batak terbiasa
menggunakan peralatan sederhana dalam bercocok tanam, misalnya bajak (disebut
tenggala dalam bahasa Batak Karo), cangkul, sabit (sabi-sabi), tongkat tunggal,
ani-ani, dan sebagainya.
Teknologi tradisional juga diaplikasikan dalam
bidang persenjataan. Masyarakat Batak memiliki berbagai senjata tradisional
seperti hujur (semacam tombak), piso surit (semacam belati), piso gajah dompak
(keris panjang), dan podang (pedang panjang).
Di bidang penenunan pun teknologi tradisional suku
Batak sudah cukup maju. Mereka memiliki kain tenunan yang multifungsi dalam
kehidupan adat dan budaya suku Batak, yang disebut kain ulos.
Konsep Marga dalam Suku Bangsa Batak
Dalam "Kamus Besar Bahasa Indonesia", kata
'marga' merupakan istilah antropologi yang bermakna 'kelompok kekerabatan yang
eksogam dan unilinear, baik secara matrilineal maupun patrilineal' atau 'bagian
daerah (sekumpulan dusun) yang agak luas (di Sumatra Selatan).
Marga adalah identitasnya suku Batak. Marga
diletakkan sebagai nama belakang seseorang, seperti nama keluarga. Dari marga
inilah kita dapat mengidentifikasi bahwa seseorang adalah benar orang Batak.
Ada lebih dari 400 marga Batak, inilah beberapa di
antaranya:
Aritonang, Banjarnahor (Marbun), Baringbing
(Tampubolon), Baruara (Tambunan), Barutu (Situmorang), Barutu (Sinaga),
Butarbutar, Gultom, Harahap,
Hasibuan, Hutabarat, Hutagalung, Gutapea, Lubis, Lumbantoruan (Sihombing
Lumbantoruan), Marpaung, Nababan, Napitulu, Panggabean, Pohan, Siagian (Siregar), Sianipar,
Sianturi, Silalahi, Simanjuntak, Simatupang, Sirait, Siregar, Sitompul,
Tampubolon, Karokaro Sitepu, Peranginangin Bangun, Ginting Manik, Sembiring Galuk, Sinaga
Sidahapintu, Purba Girsang, Rangkuti, dan lain-lain
Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak
http://habatakon01.blogspot.com/2013/05/suku-bangsa-batak-dan-konsep-kebudayaan.html