Sejarah
Suku Betawi berasal dari hasil kawin-mawin antaretnis dan bangsa
di masa lalu. Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah
keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan oleh
Belanda ke Batavia. Apa yang disebut dengan orang atau suku Betawi sebenarnya
terhitung pendatang baru di Jakarta. Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan
berbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti
orang Sunda, Jawa, Arab, Bali, Bugis, Makassar, Ambon, Melayu dan Tionghoa.
Antropolog Universitas Indonesia, Dr. Yasmine Zaki
Shahab, MA memperkirakan, etnis Betawi baru terbentuk sekitar seabad lalu,
antara tahun 1815-1893. Perkiraan ini didasarkan atas studi sejarah
demografi penduduk Jakarta yang dirintis sejarawan Australia, Lance
Castle. Di zaman kolonial Belanda, pemerintah selalu melakukan sensus, yang
dibuat berdasarkan bangsa atau golongan etnisnya. Dalam data sensus
penduduk Jakarta tahun 1615 dan 1815, terdapat penduduk
dari berbagai golongan etnis, tetapi tidak ada catatan mengenai golongan etnis
Betawi.
Rumah Bugis di bagian utara Jl. Mangga Dua di
daerah kampung Bugis yang dimulai pada tahun 1690. Pada awal
abad ke 20 ini masih terdapat beberapa rumah seperti ini di daerahKota. Hasil
sensus tahun 1893 menunjukkan hilangnya sejumlah golongan etnis yang
sebelumnya ada. Misalnya saja orang Arab dan Moor, orang Jawa dan Sunda,
orang Sulawesi Selatan, orang Sumbawa, orang Ambon dan
Banda, dan orang Melayu.
Suku Betawi
Antropolog Universitas Indonesia lainnya, Prof
Dr Parsudi Suparlan menyatakan, kesadaran sebagai orang Betawi pada
awal pembentukan kelompok etnis itu juga belum mengakar. Dalam pergaulan
sehari-hari, mereka lebih sering menyebut diri berdasarkan lokalitas tempat
tinggal mereka, seperti orang Kemayoran, orang Senen, atau
orang Rawabelong.
Pengakuan terhadap adanya orang Betawi sebagai sebuah kelompok
etnis dan sebagai satuan sosial dan politik dalam lingkup yang lebih luas,
yakni Hindia Belanda, baru muncul pada tahun 1923, saat Husni
Thamrin, tokoh masyarakat Betawi mendirikan Perkoempoelan Kaoem Betawi.
Baru pada waktu itu pula segenap orang Betawi sadar mereka merupakan sebuah
golongan, yakni golongan orang Betawi.
Ada juga yang berpendapat bahwa orang Betawi tidak hanya
mencakup masyarakat campuran dalam benteng Batavia yang dibangun oleh
Belanda tapi juga mencakup penduduk di luar benteng tersebut yang disebut
masyarakat proto Betawi. Penduduk lokal di luar
benteng Batavia tersebut sudah menggunakan bahasa Melayu, yang umum
digunakan di Sumatera, yang kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional.
Selain itu, perjanjian antara Surawisesa (raja Kerajaan Sunda)
dengan bangsa Portugis pada tahun 1512 yang membolehkan Portugis untuk
membangun suatu komunitas di Sunda Kalapa mengakibatkan perkawinan campuran
antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis yang menurunkan darah campuran
Portugis. Dari komunitas ini lahir musik keroncong.
Istilah Betawi
Kata Betawi digunakan untuk menyatakan suku asli yang
menghuni Jakarta dan bahasa Melayu Kreol yang
digunakannya, dan juga kebudayaan Melayunya. Kata Betawi berasal dari kata
“Batavia,” yaitu nama lama Jakarta yang diberikan oleh Belanda.
Setelah Kemerdekaan
Sejak akhir abad yang lalu dan khususnya setelah kemerdekaan
(1945), Jakarta dibanjiri imigran dari seluruh Indonesia,
sehingga orang Betawi — dalam arti apapun juga — tinggal sebagai minoritas.
Pada tahun 1961, ‘suku’ Betawi mencakup kurang lebih 22,9 persen dari
antara 2,9 juta penduduk Jakarta pada waktu itu. Mereka semakin terdesak
ke pinggiran, bahkan ramai-ramai digusur dan tergusur ke luar Jakarta.
Walaupun sebetulnya, ’suku’ Betawi tidaklah pernah tergusur atau digusur dari
Jakarta, karena proses asimilasi dari berbagai suku yang ada di Indonesia
hingga kini terus berlangsung dan melalui proses panjang itu pulalah ’suku’
Betawi hadir di bumi Nusantara.
Seni dan Kebudayaan
Budaya Jakarta merupakan budaya mestizo, atau sebuah
campuran budaya dari beragam etnis. Sejak zaman
Belanda, Jakarta merupakan ibu kota Indonesia yang
menarik pendatang dari dalam dan luar Nusantara. Suku-suku yang mendiami Jakarta antara
lain, Jawa, Sunda,Minang, Batak, dan Bugis. Selain dari
penduduk Nusantara, budayaJakarta juga banyak menyerap dari budaya luar,
seperti budaya Arab,Tiongkok, India, dan Portugis.
Suku Betawi sebagai penduduk asli Jakarta agak
tersingkirkan oleh penduduk pendatang. Mereka keluar dari Jakarta dan
pindah ke wilayah-wilayah yang ada di provinsi Jawa Barat dan
provinsi Banten. Budaya Betawi pun tersingkirkan oleh budaya lain baik
dariIndonesia maupun budaya barat. Untuk melestarikan budaya Betawi,
didirikanlah cagar budaya di Situ Babakan.
Bahasa
Sifat campur-aduk dalam dialek Betawi adalah
cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, yang merupakan hasil perkawinan
berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di
Nusantara maupun kebudayaan asing.
Karena perbedaan bahasa yang digunakan tersebut maka pada
awal abad ke-20, Belanda menganggap orang yang tinggal di
sekitar Batavia sebagai etnis yang berbeda dengan
etnis Sunda dan menyebutnya sebagai etnis Betawi (kata turunan
dari Batavia). Walau demikian, masih banyak nama daerah dan nama sungai
yang masih tetap dipertahankan dalam bahasa Sunda seperti kata Ancol,
Pancoran, Cilandak, Ciliwung, Cideng (yang berasal dari Cihideung dan kemudian
berubah menjadi Cideung dan tearkhir menjadi Cideng), dan lain-lain yang masih
sesuai dengan penamaan yang digambarkan dalam naskah kuno Bujangga
Manik yang saat ini disimpan di perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris.
Meskipun bahasa formal yang digunakan
di Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa informal atau bahasa
percakapan sehari-hari adalah Bahasa Indonesia dialek Betawi.
Musik
Dalam bidang kesenian, misalnya, orang Betawi memiliki
seni Gambang Kromong yang berasal dari seni musik Tionghoa,
tetapi juga ada Rebana yang berakar pada tradisi
musik Arab, Keroncong Tugu dengan latar
belakang Portugis-Arab, dan Tanjidor yang berlatarbelakang
ke-Belanda-an. Saat ini Suku Betawi terkenal dengan
seni Lenong, Gambang
Kromong, Rebana Tanjidor dan Keroncong.
Tari
Seni tari di Jakarta merupakan perpaduan antara
unsur-unsur budaya masyarakat yang ada di dalamnya. contohnya
tari japong, Cokek dan lain-lain.Pada awalnya, seni tari
di Jakartamemiliki pengaruh Sunda dan Tiongkok, seperti tari Jaipong
dengan kostum penari khas pemainOpera Beijing. Namun Jakarta dapat dinamakan
daerah yang paling dinamis. Selain seni tari lama juga muncul seni tari
dengan gaya dan koreografi yang dinamis.
Cerita Rakyat
Cerita rakyat yang berkembang di Jakarta selain cerita rakyat
yang sudah dikenal seperti Si Pitung, juga dikenal cerita rakyat lain
seperti serial Jagoan Tulen atau si jampang yang mengisahkan
jawara-jawara Betawi baik dalam perjuangan maupun kehidupannya yang dikenal
“keras”. Selain mengisahkan jawara atau pendekar dunia persilatan, juga dikenal
cerita Nyai Dasima yang menggambarkan kehidupan zaman kolonial.
creita lainnya ialah Mirah dari Marunda, Murtado Macan Kemayoran, Juragan
Boing dan yang lainnya.
Kepercayaan
Sebagian besar Orang Betawi menganut agama Islam, tetapi
yang menganut
agama Kristen; Protestan dan Katolik juga ada namun
hanya sedikit sekali. Di antara suku Betawi yang beragama Kristen, ada yang
menyatakan bahwa mereka adalah keturunan campuran antara penduduk lokal dengan
bangsa Portugis. Hal ini wajar karena pada awal abad ke-16, Surawisesa,
raja Sunda mengadakan perjanjian dengan Portugis yang membolehkan Portugis
membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda Kalapa sehingga
terbentuk komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Komunitas Portugis ini sekarang
masih ada dan menetap di daerah Kampung Tugu, Jakarta Utara.
Sejarah Perjalanan Kuliner Khas Betawi
Orang Betawi mempunyai beragam aneka masakan lezat. Sayangnya,
beberapa di antaranya kini mulai punah. Siapa yang tak suka dengan Soto betawi
yang gurih dan manis lezat itu? Siapa pula yang tidak tergoda dengan jajanan
khas Betawi tahunan di daerah-daerah cagar budaya Betawi bernama Kerak Telor?
Selain dua sajian populer ini, Betawi masih memiliki banyak makanan lezat
lainnya. Hanya saja, saat ini semua hidangan khas Betawi bisa kita dapatkan
dengan mudah. Beberapa di antaranya bahkan telah punah. Kita perlu prihatin
akan begitu banyaknya unsur-unsur kuliner Indonesia yang telah sirna. Kalau
bukan kita yang memang suka dan doyan makan serta peduli pada warisan budaya
kuliner, lalu siapa lagi yang mau dan mampu melestarikannya?
Menetap di Jakarta, bekerja di Jakarta, ataupun sekadar mampir
ke Jakarta, akan terasa keterlaluan bila tak mencicipi menu khas Betawi. Ada
Nasi Uduk, Lontong Sayur, ataupun Ketoprak bertebaran di Ibu Kota ini.
Jakarta, sejak jaman dulu, memang telah menjadi melting pot, tempat
bercampuraduknya berbagai anasir budaya, bahkan bisa di bilang salad bowl aneka
budaya dari Belanda, Portugis, Tionghoa, Arab, India, Jawa, Melayu, Betawi Asli
— yang semuanya dicampur menjadi satu adonan dan tampilnya unik khas Betawi,
sama persis dengan tampilan beragam makanannya.
Semakin berkembangnya kota Jakarta dari tahun ke tahun membuat
masyarakat Betawi asli yang dulunya memiliki tanah-tanah yang luas di
tengah-tengah kota makin tersisih. Tanah-tanah yang dahulunya merupakan
lahan-lahan perkebunan buah-buahan dan pertanian kini berubah menjadi komplek
gedung-gedung pencakar langit, ditambah lajunya urbanisasi memaksa mereka
pindah ke daerah tepian kota Jakarta. Meskipun terdesak, hasrat melestarikan
budaya nenek moyangnya tidaklah luntur. Daerah-daerah ayng masih banyak
bermukimnya warga Betawi asli yaitu, Tangerang, Bekasi, Kelompok Kecil di
tengah kota seperti di Kebon Jeruk, Kebon Kacang, Ciputat, Tenabang, Kebayoran
Lama dan Kampung Melayu. Sisanya tersebar di lima wilayah Jakarta.
BETAWI SELAYANG PANDANG
Betawi adalah cikal bakal munculnya kota metropolitan Jakarta.
Betawi juga menjadi sebutan bagi penduduk asli Kota Jakarta dengan budaya dan
sejarahnya yang dinamis. Sejarah Betawi tak lepas dari pengaruh budaya China
dan Belanda yang pernah mendominasi kota Batavia beberapa abad lalu.
Di tahun 1740 orang-orang China merantau di kota Batavia
memberontak kepada pemerintahan Belanda. Namun para pemberontak ditumpas oleh
Kompeni dan tidak lagi diperbolehkan tinggal di dalam tembok kota. Percampuran
dan pembauran etnis serta budaya asli Betawi dengan kaum pendatang pun
berlanjut. Pusat pemerintahan Belanda dipindahkan dari wilayah utara Batavia ke
wilayah baru di sebelah selatan tepatnya di kawasan Medan Merdeka.
Perumahan-perumahan mewah pun dibangun di antaranya rumah Gubernur Jenderal
Belanda yang sekarang menjadi Istana Negara. Pelabuhan baru pun didirikan di
Tanjung Priok, karena Sunda Kelapa sudah tidak sanggup lagi menampung banyaknya
kapal-kapal yang datang berlabuh.
Pada awal abad ke 20 Batavia berkembang menjadi sebuah kota
besar dengan penduduk lebih kurang 116.000 jiwa. Mei 1942 pada awal perang
dunia ke-2, pasukan Jepang mendarat di Pulau Jawa dan menduduki Batavia, dan
nama Batavia diganti menjadi Jakarta. Nama yang terus dipakai hingga sekarang ini.
Perkembangan kota Jakarta sebagai kota metropolitan dan ibukota
negara ini semakin pesat di masa pemerintahan Orde Baru. Mayoritas penduduk
asli Betawi yang menetap di tengah kota mulai menjual tanahnya dab pindah ke
pinggiran Jakarta seperti Kebayoran, Condet dan Jagakarsa. Untuk melestarikan
budaya Betawi dari kepunahan, di tahun 1970-an pemerintah menetapkan Condet
sebagai kawasan cagar budaya Betawi.
Kuliner Betawi yang Nyaris Punah Perjalanan sejarah Betawi tentu
saja mempengaruhi budaya dan pola kehidupan masyarakat Betawi. Salah satunya
terlihat dari keragaman kulinernya. Pengaruh tradisi China misalnya tampak dari
beberapa jenis makanan Betawi. Contohnya penggunaan bahan dasar tahu dan
masakan berbahan ikan seperti ikan Cing Cuan. Yang terakhir ini adalah sajian
dari ikan ekor kuning atau ikan pisang-pisang yang diberi bumbu tauco.
Selain China, masakan Betawi juga dipengaruhi oleh budaya Arab
dan Eropa. Jika Anda menyantap Nasi Kebuli atau Gule itu adalah sajian khas
Betawi yang kuat dipengaruhi budaya Arab. Sementara sentuhan budaya Eropa,
terasa pada sajian khas Betawi seperti Semur Jengkol atau Lapis Legit. Semur
(bisa juga Gabus Pucung) dan Lapis Legit sangat dipengaruhi oleh Steak dan Cake
dari Eropa.
Masyarakat Betawi memiliki banyak makanan lezat. Sayang beberapa
di antaranya kian punah. Siapa tak suka dengan Soto Betawi yang gurih dan manis
itu. Atau kudapan bercita rasa khas seperti Kerak Telor. Selain dua sajian ini,
Betawi masih punya banyak makanan lezat lainnya. Hanya saja sekarang ini tak
semua hidangan khas Betawi dapat dijumpai dengan mudah di jakarta. beberapa di
antaranya sudah bisa dikatakan telah punah.
Ciri khas hidangan betawi adalah citarasa gurih dan sedap.
Masakan Betawi yang masih bertahan dan bisa dinikmati masyarakat bisa dihitung
dengan jari. Beberapa di antaranya cukup populer yaitu Soto Betawi, Kerak
Telor, Nasi Uduk dan Nasi Ulam. Bahkan tak sedikit orang yang bukan asli Betawi
menjual sajian asli khas Betawi ini.
Contoh masakan langka namun paling khas dan unik yang dimiliki
masyarakat Betawi adalah Ketupat Babanci. Sesuai dengan namanya, Ketupat
Babanci adalah masakan dengan unsur utama ketupat yang disantap dengan kuah
santan berisi daging sapi dan diberi aneka bumbu seperti kemiri, bawang merah,
bawang putih, cabai dan rempah-rempah. Salah satu rempah-rempah yang sudah tak
dapat lagi dijumpai di daerah Jakarta adalah buah Jali-jali. Kini tumbuhan buah
Jali-jali hanya bisa dijumpai budidaya tumbuhannya di negeri Belanda. Dulu
ketika Jakarta masih memiliki banyak semak belukar, tumbuhan Jali-jali tumbuh
bebas di rerumputan tanah lapang. Seiring dengan hilangnya lahan luas dan
rerumputan liar, maka hilang pula lah tumbuhan buah Jali-jali yang menjadi
bahan dasar rempah bumbu Ketupat Babanci.
Sajian khas Betawi di hari-hari istimewa seperti Lebaran dan
syukuran kini menjadi menu tradisional yang dinanti. Sajian yang paling umum
hadir di meja makan masyarakat Betawi saat Lebaran adalah Ketupat Sayur, Sambal
Godok dan Semur. Orang Betawi zaman dahulu bila mengadakan syukuran, tahlilan,
maulid dan sejenisnya, selalu menyajikan Nasi Berkat. Dibungkus daun jati atau
teratai, Nasi Berkat dilengkapi dengan Semur, Pesmol Bandeng, Gulai
Buncis, Serundeng dan Perkedel. Tapi kini Nasi Berkat telah mulai dilupakan dan
hilang dari tradisi Betawi.
Orang Betawi punya menu spesial untuk sarapan yakni Pindang
Bandeng. Karena disantap waktu sarapan, orang Betawi sengaja memasak bandeng
saat sore hari. Begitu pagi hari, Pindang Bandeng langsung dihangatkan dan
dinikmati dengan sisa nasi semalam. Menu sarapan lain adalah Nasi Ulam. Namun
yang banyak dijajakan sekarang ini dengan Semur Tahu dan Telur, bukanlah Nasi
Ulam asli Betawi. Karena, Nasi Ulam asli Betawi disajikan dengan bumbu sambal
terasi dan bumbu urap.
Selain Pindang Bandeng, orang Betawi memiliki sajian berbahan
ikan lainnya. Sebut saja misalnya Pecak Lele, Gurame dan Ikan Emas. Ada pula
sayur Gabus Pucung (kluwek, kluak) dengan ikan gabus yang diolah dengan bumbu
kluwak (black nut = kacang hitam). Sayangnya jarang Betawi yang mengolah
masakan ini, disamping sulitnya ternak ikan gabus kanibal bila diternak (ikan
gabus cenderung memangsa anak-anaknya sendiri), namun begitu masih ada beberapa
warung makanan khas masakan Betawi yang menyajikan masakan ikan liar gabus ini.
Sajian paling unik dari ikan adalah Pepes Ikan Belanak. Dan seperti halnya
Gabus Pucung, Pepes Ikan Belanak juga sudah langka.
KAMUS KULINER BETAWI
Nasi Uduk
Masakan Betawi yang paling populer ini masih mudah ditemui di
hampir semua pelosok di lima wilayah Jakarta. terbuat dari beras putih yang
dimasak dengan santan kelapa, serta dibumbui garam, daun serai, daun salam dan
daun jeruk. Rasanya sangat gurih dan nikmat, terutama bila disantap saat masih
hangat mengepul. Biasanya nasi uduk ditemani lauk pauk seperti ayam goreng,
tahu goreng, telur dadar yang diiris-iris, abon dan tempe kering yang
dipotong-potong tipis dimasak manis. Nasi Uduk juga disajikan dengan bawang
goreng, emping goreng (beberapa tempat diganti dengan kerupuk kecil
warna-warni), timun dan tentunya sambel kacang.
Nasi Ulam
Bedanya dengan Nasi Uduk, Nasi Ulam dibuat dari nasi biasa,
tidak dimasak dengan santan. Ciri khasnya adanya taburan serundeng kelapa di
atas nasi putih. Kemudian juga tambahannya seperti tempe goreng, tempe goreng
tepung, dadar telur, sedikit taoge, ketimun iris dan daun semanggi. Tidak lupa
juga kerupuk, emping serta bawang goreng. Nasi Ulam adalah bukti hadirnya
pengaruh dari berbagai budaya kuliner yang pernah singgah ke Jakarta.
Dendeng dan Bihun Goreng merupakan pengaruh budaya Tionghoa.
Perkedel merupakan “sumbangan” Belanda. Semur mempunyai kemiripan dengan
Calderada dari Portugis, atau juga mirip dengan kebanyakan hidangan Belanda
yang dimasak secara braising (merebus). Tempe goreng dan rempeyek kacang adalah
budaya Jawa. Nasi Ulam selalu disajikan dalam acara hajatan di daaerah Kampung
Melayu, Bali Mester (sekarang Jatinegara) dan sekitarnya.
PindangBandeng
Biasanya disantap dengan menu sarapan orang Betawi, seperti halnya Nasi Uduk. Kuah pada Pindang Bandeng hapir enyerupai Semur, tapi bedanya ada tambahan belimbing wuluh di dalamnya. Rasanya sangat lezat dan segar apalagi bila dimakan dengan nasi putih.
Biasanya disantap dengan menu sarapan orang Betawi, seperti halnya Nasi Uduk. Kuah pada Pindang Bandeng hapir enyerupai Semur, tapi bedanya ada tambahan belimbing wuluh di dalamnya. Rasanya sangat lezat dan segar apalagi bila dimakan dengan nasi putih.
Gurame Pecak dan Gabus Pucung
Gurame Pecak adalah sajian ikan berkuah. Kuah pecak tampilannya
mirip kuah bumbu rujak, berwarna kekuning-kuningan dengan santan pekat. Kuah
santan itu dimasak dengan bumbu kuning, kemiri, kacang tanah, bawang merah dan
bawang putih, kencur serta garam. Sedangkan Gabus Pucung yang juga hidangan
ikan berkuah, memiliki kuah berwarna kehitaman karena bahan utamanya adalah
pucung atau orang Jawa mengenalnya sebagai kluwak. Tampilan kuah pucung mirip
dengan rawon dari Jawa Timur. Sedangkan bumbu-bumbunya adalah cabai, bawang
merah, bawang putih, kencur, jahe dan kunyit.
Ketupat Babanci dan Ketupat Sayur
Masakan khas Betawi ini sudah sangat langka dan sudah tidak ada
lagi yang menjual. Seperti namanya maka unsur utama sajiannya adalah ketupat.
Ketupat ini disantap dengan kuah santan berisi daging sapi dan diberi aneka
bumbu rempah seperti kemiri, bawang merah, bawang putih, cabai, dan buah
jali-jali (tumbuhan ini sudah punah dari tanah Jakarta). Selain Ketupat
Babanci, sajian ketupat lainnya yang dikenal oleh orang Betawi adalah Ketupat
Sayur.
Ketupat sayur adalah ketupat yang disajikan dengan sayur labuh
(atau pepaya muda yang diris halus) dengan santan yang dimasak dengan bumbu
kemiri, kunyit, bawang merah, bawang putih serta potongan ebi (udang kering)
dan biasanya dihiasi dengan sambel goreng. Biasanya juga dinikmati dengan
potongan ayam sayur dan juga ditambahi dengan kerupuk kecil warna-warni atau
emping.
Soto Tangkar, Sop Buntut dan Sop Kaki Sapi
Soto Tangkar adalah soto berkuah santan yang berisi tangkar
(potongan daging tulang iga), sedangkan Sop Buntut adalah masakan sop dari
tulang buntut sapi dan Sop Kaki Sapi juga masakan sop dari tulang kaki sapi.
Sejarah lahirnya soto dan sop ini berawal pada saat penjajahan Belanda. Pada masa
itu, masyarakat Betawi hanya mampu membeli tangkar, buntut dan kaki sapi yang
hanya berdaging sedikit untuk kemudian diolah menjadi sajian yang enak. Tapi
sekarang Soto Tangkar dapat ditambahkan dengan daging dan beragam jeroan sapi
sesuai selera. Walaupun kuahnya menggunakan santan, Soto Tangkar tidaklah
termasuk kategori “berat”. Lain halnya Sop Buntut dan Sop Kaki Sapi yang
dimasak tanpa santan sehingga lebih bening namun lebih berkaldu sapi. Ketiga
sajian ini sangat dipengaruhi dengan budaya Belanda.
Soto Betawi
Soto Betawi juga diisi dengan jeroan, bahkan organ-organ lain
seperti mata sapi, torpedo termasuk hati. Seperti halnya Soto Tangkar kuahnya
adalah santan, namun banyak juga penjual Soto Betawi yang menggunakan susu
sebagai kuah kentalnya.
Tokoh Betawi
·
Benyamin Sueb, seniman
Betawi legendaris.
·
Alika - penyanyi,
anggota girlband Princess
·
Alya Rohali -
artis, mantan Putri Indonesia
·
Benyamin Sueb -
artis
·
Bokir - seniman
lenong
·
Deddy Mizwar -
aktor, sutradara, tokoh perfilman
·
Fauzi Bowo -
Gubernur DKI Jakarta (2007 – 2012)
·
Firman Muntaco -
sastrawan
·
Hassan Wirajuda -
mantan menteri luar negeri
·
Ismail Marzuki -
pahlawan nasional, seniman
·
Mandra - artis
·
Mastur - artis
·
Mat Solar - artis
·
Muhammad Husni
Thamrin - pahlawan nasional
·
Nasir - seniman
lenong
·
Nawi Ismail -
sutradara, tokoh perfilman
·
Noer Alie -
pahlawan nasional, ulama
·
Omaswati - artis
·
Ridwan Saidi -
budayawan, politisi
·
SM Ardan -
sastrawan
·
Surya Saputra -
aktor, penyanyi
·
Suryadharma Ali -
Menteri Agama
·
Tuty Alawiyah -
mubalighat, tokoh pendidik, mantan menteri
·
Ussy
Sulistyowati - artis
·
Zainuddin MZ –
ulama
Cerita Rakyat Betawi
Pada dasarnya ada tiga versi yang tersebar di masyarakat
mengenai si Pitung yaitu versi Indonesia, Belanda, dan Cina. Masing-masing
penutur versi cerita tersebut memiliki versi yang berbeda dari cerita si Pitung
itu sendiri. Apakah Si Pitung sebagai seorang pahlawan berdasarkan versi cerita
Indonesia, dan sebagai seorang penjahat jika dilihat dari versi Belanda. Cerita
Si Pitung ini dituturkan oleh masyarakat Indonesia hingga saat ini dan menjadi
bagian lengenda serta warisan budaya Betawi khususnya dan Indonesia umumnya.
Kisah Legenda Si Pitung ini kadang-kadang dituturkan menjadi rancak (sejenis
balada), sair, atau cerita Lenong. Menurut versi Koesasi (1992), Si Pitung
diidentikan dengan tokoh Betawi yang membumi, muslim yang shaleh, dan menjadi
contoh suatu keadilan sosial.
Sumber: http://www.jakartafair.co.id/?_route_=BETAWI_SQUARE